Sejarah Assasin
Pada tahun 2007 Ubisoft, sebuah perusahaan game
ternama, merilis permainan bertajuk sejarah dengan mengusung konsep peperangan
diantara ksatria salib dan para pembunuh bayaran yang kita kenal pada masa
modern dengan sebutan Assassin. Game Assassin terinspirasi dari Novel Alamut
oleh penulis Slovenia Vladimir Bartol. Adapun sejarah tentang Assassin telah
diulas dalam buku Bernard Lewis: The Assassins: A Radical Sect in Islam. Yang
diterjemahkan oleh Penerbit Haura Pustaka dengan judul: Assassins: para
pembunuh dari lembah alamut.
Assassin dalam dunia nyata merupakan organisasi
bawah tanah yang dipimpin oleh seorang yang disebut Syaikh (dalam bahasa Arab),
atau Pir (dalam bahasa Persia). Kelompok ini dilatih untuk setia kepada
pemimpinnya dalam setiap perintah dari yang logis sampai tidak masuk akal dan
non manusiawi sama sekali, mereka didoktrin bahwa pembunuhan, khususnya untuk
penguasa yang zalim, bukan hanya sebuah perbuatan yang benar, tetapi
satu-satunya tindakan yang dapat memulihkan stabilitas kemakmuran masyarakat.
Adapun dalam rangka menunjukkan loyalitas Assasin kepada pemimpinnya, sang
Syaikh menunjukkan kepada tentara Salib yang dating ke kastilnya sebuah atraksi
bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa Assassin dengan melemparkan diri mereka
dari atas menara.
Di kalangan barat sendiri, dan juga sering
dikumandangkan oleh kebanyakan orang, sebuah legenda tentang seorang tua yang memiliki
kastil diantara dua bukit, yang kemudian dihias dengan taman dan berbagai
binatang jarang, yang dialiri oleh sungai, dan dikerumuni oleh wanita-wanita
yang menari-menari layaknya surga yang dijanjikan nabi. Ketika Sang Tua ingin
merekrut anggota, maka ia akan memberikan marijuana yang dilinting dan dihisap
sampai kesadaran pun hilang, lalu kemudian kandidat digotong ke dalam taman
yang sudah dipermak layaknya surga. Ketika kandidat sudah lumayan puas di dalam
surge buatan, ia pun kembali dipingsankan dan dibawa keluar. Sang Tua kemudian
berkata kepada kandidat bahwa itulah surga, satu-satunya cara untuk memasukinya
lagi adalah dengan mati menaati perintahku. Oleh karena itulah dalam setiap
pembunuhan yang dilakoni seorang Assassin, kematiannya sendiri bukanlah masalah
besar, sebaliknya merupakan sebuah jalan menuju rida Sang Tua dan surganya.
Faktanya, Orang Tua tersebut merujuk kepada
salah satu dari dua pemimpin Assassin atau keduanya sekaligus, yang paling
berhasil dalam memimpin Assassin karena mampu membuat Assassin sebagai
organisasi yang memiliki andil dalam mengendalikan laju politik dan mengubah
jalannya sejarah. Pertama adalah Hassan al Sabbah (1037-1124), pendiri Assassin
dan pemilik kastil yang terletak di puncak bukit Alamut, tempat dimana ia
menjalankan organisasi Assassin.
Hassan al Sabbah sediri lahir di Persia, di
dalam keluarga sekte Syiah Dua Belas, lalu kemudia ia berpindah keyakinan
sebagai Syiah Ismai’liyah. Al Sabbah adalah seorang jenius, sejak kecil ia
mempalajari agama, mempelajari bidang politik pada masanya, dan tumbuh membenci
masyarakat Sunni yang merupakan musuh Syiah. Ia berkarir sebagai seorang
misionaris yang menyebarkan ajaran Syiah Ismailiyah. Ketika ia mengetahui bahwa
di puncak bukit Alamut terdapat sebuah Kastil, yang menurutnya merupakan
benteng yang sulit untuk ditembus, al Sabbah kemudian memerintahkan beberapa
muridnya untuk mendakwahkan ajarannya di tempat tersebut. Dan ketika doktrin al
Sabbah sudah menjangkiti sebagian penghuni Alamut, dengan mudahnya kastil
tersebut dikuasai oleh al Sabbah dari balik layar, singkat cerita kastil pun
dikuasai al Sabbah dengan mudahnya.
Pada waktu itu, Persia dipimpin oleh Nizam al
Mulk, seorang wazir dalam dinasti Seljuk, yang merupakan seorang Sunni. Hal ini
tentunya tidak dapat dibiarkan oleh al Sabbah dan berencana untuk merubah jalur
politik tersebut. Al Sabbah berpikir bagaimana menggulingkan sebuah dinasti
besar tanpa mendatangkan kekuatan yang seimbang. Ia mengusung sebuah pemikiran
radikal dengan membunuh pemimpinnya. Cukup dengan kematian pemimpinnya maka
terciptalah terror pada setiap sendi dinasti dan masyarakat tersebut. Cukup dengan
membunuh orang ternama maka pengaruhnya pun surut dan tersisa nama. Cara yang
digunakan oleh al Sabbah pun sangat detail dan licik, untuk memastikan kematian
korbannya, seorang Assassin harus menikamnya dengan pisau tepat di bagian vital.
Bukan dengan panah yang belum tentu mengenai bagian vital, atau racun yang bias
saja dicarikan penawar. Al Sabbah melatih para Assassin baik dari segi materil
dan moril, dengan mengajarkan bela diri Persia kuno, dan doktrin masuk surga
dan rida Sang Tua.
Satu-satunya cara untuk mendekati Nizam al Mulk
yang dijaga ketat adalah dengan berpura-pura menjadi salah satu dari kaum sufi
yang terkenal dengan kesahajaan dan kedamaian yang ditebarkannya. Nizam al Mulk
pun mempersilahkan kehadiran sufi yang sebenarnya adalah pencabut nyawanya
tersebut. Dan dengan sekali tikaman saja, tubuh Nizam yang telah tua akhirnya
mati seketika.
Kematian Nizam merupakan keberhasilan terbesar
al Sabbah dan para Assasin, untuk merayakannya mereka berpesta selama tujuh
hari tujuh malam di bukit Alamut, menghalalkan segala hal yang diharamkan
Agama.
Sedangkan tokoh kedua adalah Rasyiduddin Sinan,
murid dari Hassan ‘ala Dzikrihi Salam. Ia menjalankan organisasinya di Masyaf,
suriah, dan aksi pembunuhannya yang paling terkenal meskipun gagal ialah
percobaan membunuh Salahuddin al Ayyubi. Tetapi meskipun gagal, ia berhasil
membujuk Saladin untuk tidak menyerang kelompoknya.
Pada masanya kelompok Assassin mengalami
ekspansi sampai ke Suriah. Dan keberhasilannya yaitu pembunuhan raja Jerusallem
Conrad of Montferrat.
Comments
Post a Comment