Zoroaster; Zarathustra dan Tauhid Ahuramazda.
Zarathustra
adalah sosok kontroversial dalam sejarah, sebagian ilmuwan menganggapnya hanya
seorang tokoh dalam dongeng yang tak nyata, sebagian lain berpendapat
Zarathustra adalah Ibrahim As. alasannya; karena mereka adalah dua tokoh yang
membantah peribadatan kaumnya atas bintang-bintang, sedangkan bintang tersebut
tidak pantas untuk menjadi tuhan lantaran setiap hari terbit lalu kemudian
menghilang. Bahkan sebagian mereka (sejarahwan) mengira bahwa Zarathustra
pernah dilemparkan ke dalam api yang tidak dapat membakar dan menghanguskan
tubuhnya.[1]
Untuk
menyangkal pendapat kedua ini kita dapat menyampaikan beberapa keluhan; Pertama;
Zarathustra hidup pada abad ketujuh sebelum masehi, sedangkan Ibrahim pada abad
17 SM. Kedua; Ibrahim hidup di Auwr daerah bangsa Kaldaniyyin
titisan ras Sâmi, sedangkan Zarathusra hidup di Azerbaijan Iran titisan ras
Aria. Ketiga; al-Quran menceritakan bahwa Ibrahim pernah mengunjungi
mekkah bersama istrinya Hajar, dan membangun Ka’bah bersama putranya Isma’il.
Sejarah tidak pernah mencatat kedatangan Zarathustra ke Mekah, bahkan dia tidak
mempunyai hubungan apapun dengannya. Pendapat lain tentang Zarathustra; bahwa
dia seorang yang berbangsa Iran lahir pada tahun 660 SM di Azerbaijan, dan mati
terbunuh pada tahun 583 SM oleh serangan
kaum Tauraniyyin di dalam salah satu kuil Majusian menyembah api.[2]
Kelahiran
Zarathustra dipenuhi dengan mitos yang melegenda. Ayahnya bernama Buruhaziu
pria dari klan Septiama, dan Ibunya bernama Viduma seorang wanita yang
diperistri ayah Zarathustra. Menurut legenda, Buruhaziu pernah bertemu dengan
dua sepuh yang memberikannya ranting pohon suci[3].
Oleh Bruhaziu, ranting tersebut diolah menjadi ramuan yang akan diminum olehnya
dan Viduma. Akhirnya Viduma hamil dan melahirkan putra bernama Zârapûshtra yang
terkenal denagan Zarathusra (Arab: زرادشت).[4]
Kehidupan
Zarathustra melewati banyak fase,[5]
fase-fase terpenting dalam hidupnya adalah ketika Zaratuhustra berumur 30, dia
lebih senang bersemedi dalam gua sebuah gunung, merenung dan berfikir sampai
akhirnya dia menemukan Ahuramazda yang memancarkan cahaya tuhan, dan
mengajarkan kepadanya tentang Hikmat, serta kesaktian yang tak terkalahkan;
iman dan taqwa. Visi yang dia temukan ini berkata bahwa dia harus menyebarkan
agama baru kepada umat manusia.
Agama
Zoroaster mulai dikenal ketika Zarathustra memperkenalkan ajaran barunya kepada
seorang raja Iran bernama Busytasif. Raja ini terpengaruh dengan wejangan yang
disampaikan Zarathustra. Walau sang raja tidak memeluk agama tersebut, dia
memperkenankan Zarathustra menyebarkan doktrinnya kepada rakyat, bahkan
membantunya dalam misi tersebut. Hal ini membuat iri para menteri raja yang
hendak melancarkan gangguan mereka kepada Zarathustra. Tetapi dengan pangkat
kenabian yang disandangNya, Zarathustra mampu menangkis segala ancaman dengan
mu’jizat yang dimilikinya.
Adapun
tentang akidah Zoroaster, banyak ilmuwan menganggap dia berfaham dualisme[6],
Profesor Hog berkata; Dalam perspektif ketuhanan Zarathustra seorang monoteis,
sedangkan filsafat dia seorang dualis. Tetapi mayoritas ilmuwan berpendapat
Zarathusra adalah seorang monoteis, diantara mereka adalah;
1.
Al-Syahrastani dalam karyanya al-Milal wa al-Nihal; Allah telah
mengangkat Zarathustra menjadi nabi dan rasul, membawa agama yang mengimani
Allah dan kafir terhadap Iblis, membela kebenaran dan membasmi kejahatan, serta
menjauhi hal-hal buruk. Zarathustra berkata; Terang dan Gelap itu berlawanan,
begitupun dengan Yazdân (Dewa terang) dan Ahraman (Dewa gelap). Keduanya adalah
awal penciptaan alam semesta ini, maka terciptalah bermacam-macam rangkaian (Makhluk) dari integrasi mereka berdua. Tuhan yang esa menciptakan cahaya dan
kegelapan, dia hanya satu tak ada sekutu baginya. Gelap tidak boleh dinisbatkan
kepada Tuhan[7], tetapi
dia hanya menciptakan cahaya yang memiliki eksistensi hakiki. Sedangkan gelap
mengikuti keberadaan cahaya, layaknya bayangan seseorang; dia menganggap
bayangan itu ada padahal sebenarnya ia tidak ada. Intinya; Tuhan menciptakan
cahaya kemudian munculah gelap, eksistensi kontradiksial yang memang harus
terjadi walaupun tidak dibarengi kehendak Tuhan.[8]
2.
Dr. Ali Abd al-Wahid Wâfi; Agama Zoroaster sebenarnya Monoteis;
beribadah kepada satu tuhan, memerangi politeisme, paganisme, penyembahan
bintang, dan animisme. Semua ibadah dan sembahyangNya hanya tertuju pada satu
tuhan.[9]
3.
Dr. Muhammad Ghallab ; Pertama; Zarathustra mampu mendeklarasikan
bahwa Ahuramazda bukan hanya tuhan kaum Persia, tetapi dia adalah tuhan alam
semesta. Dan Zarathustra telah menerima wahyu dari tuhan yang tak punya sekutu
ini, tetapi dia mempunyai lawan yang lebih rendah darinya; Ahraman. Kedua;
kebaikan akan memenuhi alam semesta ketika kemuliaan telah berkuasa dan
mengalahkan Ahraman dewa keburukan.[10]
4.
Abbas Akkad; Zarathustra mengharamkan penyembahan berhala. Dia mengagungkan
api, bukan karena ia adalah tuhan pencipta, tetapi karena ia adalah makhluk
yang paling bersih dan suci.[11]
Mereka yang
menganggap Zarathustra adalah seorang monoteis beralasan bahwa; Pertama;
Zarathustra menyifati Ahuramazda dengan segala pencitraan dan kemuliaan. Dia
menyifatinya sebagai tuhan yang esa, tidak beranak, tidak pula diperanakkan,
dialah alasan setiap sebab, dan dia tidak mempunyai sebab, dialah sumber segala
yang ada, dia yang mengetahui masa lalu dan masa depan, dialah yang kuasa atas segala
sesuatu.[12] Kedua;
Ahuramazda berasal dari kalimat Ahu-Ra-Mazda yang berarti aku sendiri
pencipta alam semesta.[13]
Ketiga; Seseorang yang ingin menggapai Allah harus memiliki sifat adil,
suka menolong, beriman, dan melihat ke depan.[14]
Harus
dipertegas bahwa; walaupun mereka menganggap Zarathustra membawa ajaran tauhid,
tetapi pengikut yang datang setelah kematiannya meyakini keberadaan dua tuhan;
Ahuramazda tuhan segala yang baik, dan Ahraman tuhan segala keburukan. Keduanya
selalu bertengkar memperebutkan jagat raya. Sedangkan Ahraman sebenarnya adalah
Ankrâmîno yang berarti keburukan. Ankramino dalam kitab suci Zoroaster bukan
menjadi saingan Ahuramazda, tetapi saingan Saptamino yang berarti suci. Pada
dasarnya agama Zoroaster tidak mengimani dua tuhan, tetapi dua kekuatan
kontradiksial antara kekuatan baik yang diwakili Saptamino dan tujuh malaikat;
Kebijakan, Keberanian, kesucian, keadilan, keikhlasan, kepercayaan, dan
kemuliaan. Kekuatan ini melawan kekuatan buruk diwakili Akramino yang diubah
namanya menjadi Ahraman. Unutuk mencapai niat buruknya Ahraman dibantu oleh
tujuh setan; Munafik, Penipuan, Khianat, Takut, Kikir, Zalim, Pembunuhan.[15]
[1] Ibid.
234. Lihat juga: Dr. Ali Abd al-Wahid Wafi. Al-Asfâr fi’l Adyân Al-Sâbiqah
‘ala’l Islam, Hal. 126.
[2] Ibid.
235. Lihat juga: Hadârah Misr wa al-Syarq al-Qadîm. Hal. 446.
[3] Pohon
suci Houma.
[4] Ibid.
236. Lihat juga: Isma’il Mudzhir, Baina al-Samâ’i wa’l Ard. . Hal. 270.
[5]
Fase-fase kehidupan Zarathustra, lihat; Ibid. 236-239.
[6] paham bahwa dl kehidupan ini ada dua prinsip
yg saling bertentangan (spt ada kebaikan ada pula kejahatan, ada terang ada gelap)
[7] Tuhan
tidak menciptakan gelap.
[8] Ibid.
249. Lihat juga: al-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, tema Zaradishtiah,Ed.
Prof. Dr. Ali Abd al-Basith Majid. Cet maktabah al-Iman. kairo, Hal. 254-262.
[10] Ibid.
249-250. Lihat juga: Dr. Muhammad Ghallab, al-Falsafah al-Syarqiyah, hal.
188.
[11] Ibid.
250. Lihat juga: Abbas Akkad, Allah, hal. 96.
[12] Ibid.
251. Lihat juga: Ahmad al-Tasytawi, al-Hukamâ
al-Tsalatsah. Hal 43-48.
[13] Ibid.
251. Lihat juga: Abbas Akkad, Allah, hal.
164.
[14] Ibid.
251. Lihat juga: Henri thomas, A’lâm al-Falâsifah, kaifa nafhamuhum. Hal
22.
[15] Ibid.
252. Lihat juga: Dr. Ali Abd al-Wahid
Wâfi, al-Aspâr al-Muqaddasah, Hal. 142.
Comments
Post a Comment