Yahudi; Evolusi HilangNya Tauhid.


Istilah Yahudi dinisbatkan kepada Yehuza salah satu putra Ya’qub As., juga salah satu kabilah Bani Isra’il. Yehuza ini dianggap sebagai tokoh terpenting dalam cerita Yusuf As., bahkan lebih penting daripada Yusuf itu sendiri. Sebabnya adalah[1]Pertama; Yehuza memainkan peran penting dalam menjaga Yusuf dari pembunuhan.[2] Kedua; Yehuza adalah alasan mengapa keluarganya bisa bertahan ketika krisis pangan yang melanda daerah mereka. dia yang telah membujuk bapaknya untuk mengutus Benyamin ke hadapan Yusuf yang telah meminta hal tersebut menjadi syarat kesinambungan pembagian sembako untuk mereka.[3] Ketiga; Yehuza dan keturunannyalah yang mendapat barokah yang diwariskan Ya’qub As. Sebagaimana diterangkan dalam bab ke-49 dalam bagian Kejadian (Gnosis).[4] Istilah Yahudi mempunyai dua pengertian; Pertama; Pengertian umum, yaitu nama yang dipakai untuk setiap orang yang memeluk agama Yahudi. Kedua; pengertian khusus, yaitu penduduk dan kerajaan Yehuza yang bertempat di selatan dan beribu-kota-kan Jerussalem.

Pada tahun 932 SM, kerajaan David & Salomon terpecah menjadi dua; kerajaan Yehuza di selatan yang beribukotakan Jerussalem, dan Kerajaan Isra’el di timur yang beribukotakan Syakim, Tursa, dan Samira. Jadi, istilah Isra’el memiliki dua makna; 1) Evolusi nama Ya’qub menjadi Isr’ail.[5] 2)  Kerajaan dan penduduk yang bertempat di timur.[6]Sedangkan Ibrani adalah kata tunggal yang berjamak Ibriyyûn atau Ibrâniyyûn. Kata ini muncul dalam Taurat disematkan kepada Ibrahim As.[7] dan pada Bagian Sameul I dimaksud Ibrani adalah orang-orang Isra’el.[8] Kata Ibrani juga dipakai untuk bahasa yang dipergunakan oleh orang-orang isra’el.[9]
 Umat Yahudi berkembang di Palestina dan sekitarnya seperti; Mesir, Jordan, Suriah, dan Lebanon. Setelah orang-orang Ibrani yang tinggal di Palestina memiliki peradaban dan meninggalkan kehidupan nomaden (Badui), mereka mulai membenci istilah tersebut (Ibrani) karena mengingatkan mereka akan masa kelam yang tertinggal, dan lebih menyukai istilah Isra’il.[10] Bahkan mereka yang asli Ibrani dan berbicara dengan bahasa tersebut tidak senang dengan Istilah Yahudi. Hal tersebut karena mereka yakin akan keunggulan mereka atas umat lain. Oleh karena itu, untuk membedakan Yahudi Ibrani dengan yang tidak, mereka lebih suka dengan istilah Isra’el yang melambangkan kebanggaan mereka.[11]
Al-Qur’an tidak pernah mengunakan kata Ibrani untuk menunjukkan peristiwa sejarah atau suatu umat tertentu. Hal tersebut karena al-Qur’an mungkin tidak mengakui adanya ras lain selain ras Arab pada fase kuno yang diperuntukkan untuk orang-orang timur dekat kuno. Teori kesatuan ras Arabia telah dikatakan oleh sejumlah ilmuwan sejarah ras Samia. Teori yang sama juga berlaku pada kemunculan bahasa-bahasa bangsa Samia yang berasal dari bahasa Arab kuno yang menjadi ibu bahasa Samia, sebagaimana bangsa Arabia adalah ibu semua bangsa Samia.[12]
Sebaliknya, al-Qur’an seringkali memakai istilah Bani Isra’el untuk menunjuk keturunan Ya’qub. Hal ini bukan berarti untuk mengunggulkan mereka dari umat dan ras lain, tetapi hanya untuk membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain yang masih dalam kawasan Timur Dekat. Di sisi lain, istilah ini juga menjelaskan terbaginya sejarah Arabia menjadi dua; sejarah Arab yang dilanjutkan Isma’il As. dan keturunannya, dan sejarah Isra’il yang dimulai Ya’qub As.[13]
Adapun istilah Yahudi muncul pada delapan ayat al-Qur’an, hanya untuk menunjukkan keberadaan jemaat yang memakai nama tersebut. munculnya istilah ini bukan berarti Qur’an telah menerimanya sebagai agama yang benar, agama yang dibawa oleh para nabi. Tetapi, al-Qur’an lebih suka memakai istilah Muslim atau Muslimin untuk menunjukkan bahwa Islam adalah dakwah dan agama yang dibawa nabi-nabi tersebut. Sedangkan istilah lain yang dibuat-buat hanya untuk mengikat nabi-nabi itu dengan kaum atau ras tertentu. Inilah yang sangat ditentang oleh al-Qur’an.[14]
Intinya, istilah Yahudi ini muncul setelah wafatnya nabi Musa As. dan belum dipergunakan ketika masa hidupnya. Jadi, istilah Yahudi yang menjadi nama agama orang-orang Isra’el tidak dapat dinisbatkan kepada agama yang dibawa Musa As. karena Musa membawa agama Islam yang jelas berbeda dengan agama Yahudi.[15]
Sekarang, istilah Ibrani, Isra’el, dan Yahudi memiliki pengertian khusus. Ibrani menunjukkan bahasa dan sastra, Isra’el menjadi istilah politis untuk setiap anggota yang berpartisipasi dalam gerakan Zionis yang bertempat di Palestina, sedangkan Yahudi adalah istilah bagi orang-orang yang memeluk agama Yahudi.[16]
Sejarah mencatat Bani Isra’el tidak pernah mampu bertahan menyembah satu Tuhan yang diserukan para nabi. Tendensi politeisme dan inkarnasi selalu menandai setiap fase sejarah mereka, kendati adanya hubungan dengan Ibrahim As. kepercayaan badui tetap saja menjadi watak keagamaan mereka. Banyaknya nabi yang diutus adalah bukti adanya rekonstruksi syirik yang telah menjamur, maka dari itu kebutuhan kepada nabi baru yang menyeru kepada tauhid pun menjadi semakin meningkat. Walau begitu, dakwah tersebut tak berpengaruh drastis, tetap saja ada orang-orang nomaden yang menyembah batu. Bahkan, terkadang mereka ikut menyembah sesembahan umat-umat seberang yang memiliki peradaban dan pemikiran yang telah ditiru oleh umat Yahudi.[17]
Alasan mengapa Akidah dan Syari’ah Yahudi berubah dan bereevolusi adalah karena jatuhnya Yahudi di bawah kekuasaan hukum berbagai bangsa dan kekaisaran yang berhasil mempengaruhi  agama Yahudi beserta tatanan hukum dan undang-undangnya. Mesir, Asyur, babilonia, persia, Yunani, Romawi, Kristen, dan Islam telah ikut berpartisipasi dalam membangun peradaban yang dimiliki bangsa Isra’el. Juga karena terpecahnya kaum Yahudi menjadi banyak kaum yang menempati berbagai negara yang memiliki politik, sosial, ekonomi yang berbeda. Hal ini juga telah banyak mempengaruhi umat tersebut. [18]
Al-Qur’an menjadi kitab Pertama yang menyingkap pemalsuan Yahudi terhadap Taurat. Ia juga mengungkap penyelewengan dan kekafiran yang telah mereka perbuat, membuka kedok dan perusakan dan menceritakan tentang syirik dan kebohongan mereka atas Tuhan.[19] Allah Swt. berfirman: “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahlu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?”[20]
Dalam ayat tersebut Allah Swt. menerangkan bahwa Yahudi telah membuat kebohongan Atas Tuhan dengan mendaku keputeraan Uzair untuknya. Kata mereka: “Uzair putera Allah”. Perkataan ini jelas bersumber dari mereka. kemudian Allah berfirman; “Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka” hal ini menjelaskan bahwa terang-terangan mereka mengatakan hal tersebut tanpa maksud tersembunyi atau penafsiran yang beda. Mereka juga mengajak masyarakat untuk meyakini hal tersebut sehingga pernyataan tersebut menjadi hal yang wajar. Padahal pernyataan tersebut tak didasari bukti dan tak mempunyai kebenaran dalam realita, tetapi hanya sekedar omong kosong.[21]
Al-Qur’an juga menceritakan bahwa perkataan mereka tersebut menyerupai perkataan orang-orang kafir terdahulu. Walau begitu para mufassir Islam memahami orang-orang kafir terdahulu  dalam ayat tersebut sebagai musyrikin mekah, terlebih khusus pada asumsi mereka bahwa malaikat adalah putri Allah Swt.[22] Mereka sama sekali belum pernah menyinggung tentang keterpengaruhan agama Yahudi dengan agama-agama paganisme karena agama-agama tersebut masih belum diketahui sama sekali.[23]
Orang-orang Barat kemudian mempelajari tentang perbandingan agama-agama, baik agama kuno maupun kontemporer. Mereka juga membahas tentang keterpengaruhan Yahudi dengan agama-agama paganisme kuno, walhasil mereka pun memperoleh hasil yang mengejutkan. Hasil-hasil ini pula telah mengungkap sisi baru tentang kemukjizatan al-Qur’an. Tetapi, pendekatan yang mereka pakai cenderung tidak memiliki neraca yang sah yang menjadi titik tolak justifikasi manakah yang samawi dan mana yang paganisme.[24]
Weech pernah berkata; Orang Pertama yang menyeru kepada tauhid yang bersih adalah Akhnaton. Mungkin saja ketika Musa di Mesir, dia telah mengenal tendensi religius ini (agama Akhnaton) kemudian terpengaruh dengan hal tersebut dalam dakwahnya.[25] Pada tahun 1937 Sigmund Freud seorang ahli psikologi Yahudi melalui penelitian psikologi yang diperkuat bukti-bukti sejarah dan kehidupan serta agama Musa As. menyatakan; Pertama; Musa asli Mesir dan tumbuh di sana. Dia bukan keturunan Isra’el yang hidup di Mesir. Kedua; agama yang dibawa oleh Musa mempunyai asal-usul Mesir dan terpengaruh oleh kepercyaan Akhnaton, kalo tidak agama Musa adalah agama Akhnaton itu sendiri. [26]
Alasan mengapa Freud berasumsi begitu karena dekatnya jarak kemunculan Musa dan Akhnaton. Juga terdapat kemiripan antara dua kepercayaan tersebut khususnya masalah terkait monoteisme. Freud yakin bahwa nama tuhan Akhnaton yaitu Aton sangat persis dengan tuhan Musa Adon yang berarti tuhan atau tuan. Freud juga berpendapat bahwa cerita Musa yang dikisahkan taurat tidak lebih dari mitos yang dibuat jemaat Yahudi untuk mengangkat Musa sebagai seorang pahlawan. Mitos ini mirip dengan banyak legenda Timur Dekat dan kisah orang-orang kuno. Cerita Musa itu Menurutnya dapat disandingkan dengan kisah-kisah pahlawan lain seperti Parseus, Gilgames, Herkules, dan lainnya.[27]
Tetapi dengan tidak memandang sebelah mata, ilmuwan Barat telah banyak mengungkap  penyimpangan agama dalam sejarah Yahudi. Will Dirant pernah berkata; Mereka (Yahudi) tidak pernah bisa lepas dari penyembahan sapi dan kibas. Musa As. juga tidak mampu mencegah mereka menyembah patung anak sapi, karena penyembahan sapi selama di Mesir masih melekat dalam ingatan mereka. Hewan pemakan rumput ini cukup lama menjadi simbol tuhan mereka.[28] Taurat juga telah menegaskan kisah sapi yang dibuat Aaron untuk menjadi sesembahan mereka ketika Musa terlambat datang karena masih berada di gunung. Taurat menggambarkan bagaimana mereka bertelanjang dan menari di hadapan patung tersebut. ketika Musa telah kembali, 3000 dari mereka dihukum atas penyembahan berhala tersebut.[29] ibadah ini diperbarui terus menerus. Pada masa Yarbi’am bin Sulaiman, patung anak sapi kembali dibuat agar pengikut Yarbi’am tidak perlu beribadah ke Haikal lagi.[30]
Musa As. memperkenalkan nama Tuhan Yang Esa kepada bani Isra’el. Tuhan itu bernama Yahweh. Tetapi taurat menjelaskan bahwa tauhid yang dibawa Musa ini hanya tertuju untuk orang Isra’el. Karena di dalam taurat terdapat isyarat yang menunjukkan adanya tuhan-tuhan  lain milik non Isra’el. Yahweh berarti bukan satu-satunya tuhan pemiliki eksistensi (alam) ini, tetapi terdapat tuhan-tuhan lain bukan milik orang-orang Isra’el. Atau bisa jadi orang Isra’el mengakui realita penyembahan tersebut tanpa keyakinan bahwa para tuhan itu benar-benar tuhan yang mengurus hidup makhluk, dan setara dengan Yahweh.[31]
Taurat menyifatkan Yahweh sebagai tuhan yang esa. Firman Pertama mengatakan; "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. 3 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. 4 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.[32] Tetapi, Taurat juga menyifatkan Yahweh dengan sifat-sifat yang sama sekali tak pantas bagi tuhan. Hal wajar bagi kita melihat pemalsuan Yahudi terhadap Taurat. Seperti; 9 Dan naiklah Musa dengan Harun, Nadab dan Abihu dan tujuh puluh orang dari para tua-tua Israel. 10 Lalu mereka melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada sesuatu yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti langit yang cerah. 11 Tetapi kepada pemuka-pemuka orang Israel itu tidaklah diulurkan-Nya tangan-Nya; mereka memandang Allah, lalu makan dan minum.[33]
Yahweh tidak pernah mengaku pintar, dia meminta bani Isra’el untuk memberinya petunjuk. Ketika Yahweh ingin menghukum penduduk Mesir, dia meminta orang-orang Isra’el untuk menandai pintu-pintu mereka dengan darah kambing agar Yahweh mampu membedakan mana rumah orang Mesir dan mana rumah orang Isra’el; 13 Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat dari pada kamu. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah-tengah kamu, apabila Aku menghukum tanah Mesir.[34]
Yahweh menyuruh mencuri; 22 tetapi tiap-tiap perempuan harus meminta dari tetangganya dan dari perempuan yang tinggal di rumahnya, barang-barang perak dan emas dan kain-kain, yang akan kamu kenakan kepada anak-anakmu lelaki dan perempuan; demikianlah kamu akan merampasi orang Mesir itu."[35]
al-Qur’an telah menyinggung tiga sikap umat Yahudi pada era kenabian Musa As. Ini menjelaskan hati mereka yang telah tertambat pada keyakinan paganisme.[36]
1.       Perkataan mereka kepada musa. Allah Swt. berfirman: “Buatkanlah kami tuhan seperti tuhan-tuhan mereka”. Allah Swt. berfirman: “Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: ”Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “ Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidaka mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”.[37]  
2.       Pembuatan patung anak sapi dan berputarnya mereka di sampingya. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim.[38] Pada ayat lain; “Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnhya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu. Itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku”. Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami”.[39]
3.       Perkataan mereka kepada Musa; Kami takkan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah dengan jelas. Allah Swt. berfirman: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa , kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halailintar, sedang kamu menyaksikannya”.[40]

Sepeninggal Musa As., tepatnya era Hakim-hakim, Yahweh tidak dihiraukan lagi dan bani Israel justeru menyembah dewa-dewa asing. Seperti yang tertera dalam perjanjian lama: “Kemudian Gideon membuat efod dari semuanya itu dan menempatkannya di kotanya, di Ofra. Di sanalah orang Israel berlaku serong dengan menyembah efod itu; inilah yang menjadi jerat bagi Gideon dan seisi rumahnya”.[41]

Akibat terpecahnya kerajaan Sulaiman adalah keruntuhan agama. Yerobeam raja kerajaan Isra’el Pertama menganggap perpecahan politik saja tidak cukup untuk menjaga keindependenan kerajaan timur (Israel). Akhirnya dia memutuskan adanya sebuah doktrin baru dalam pemerintahannya.[42]
Untuk menghadapai praktek religi yang ada di Jerussalem, sekaligus menghapus potensi keinginan orang-orang Israel untuk beribadah dalam sinagog Sulaiman, Yerobeam membangung dua rumah suci untuk Yahweh, satu di Iyl, satu di Dan. Di dalamnya dia memasang patung dua ekor anak sapi dan meminta sepuluh kabilah untuk menyembahnya. Dia juga membentuk badan pendeta yang akan mengontrol jalannya upacara keagamaan dengan dia sendiri sebagai imamnya.[43]
Yahweh mengancam Yerobeam atas perbuatannya tersebut; “Sebab engkau telah melakukan perbuatan jahat lebih dari semua orang yang mendahului engkau dan telah membuat bagimu allah lain dan patung-patung tuangan, sehingga engkau menimbulkan sakit hati-Ku, bahkan engkau telah membelakangi Aku. 10 Maka Aku akan mendatangkan malapetaka kepada keluarga Yerobeam. Aku akan melenyapkan dari pada Yerobeam setiap orang laki-laki, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya di Israel. Aku akan menyapu keluarga Yerobeam seperti orang menyapu tahi sampai habis. 11 Setiap orang dari pada Yerobeam yang mati di kota akan dimakan anjing dan yang mati di padang akan dimakan burung yang di udara. Sebab TUHAN telah mengatakannya.”[44]
Kerajaan Yahuza yang dipimpin pun tidak jauh beda dengan kerajaan Israel. Paganisme telah merajalela di dalam dan di sekitar kerajaan tersebut. Bahkan rumah Yahweh pun penuh dengan kotoran dan berhala, juga setiap hal yang berbau paganisme. Taurat menceritakan hal tersebut; “Tetapi orang Yehuda melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka menimbulkan cemburu-Nya dengan dosa yang diperbuat mereka, lebih dari pada segala yang dilakukan nenek moyang mereka. 23 Sebab merekapun juga mendirikan tempat-tempat pengorbanan dan tugu-tugu berhala dan tiang-tiang berhala di atas setiap bukit yang tinggi dan di bawah setiap pohon yang rimbun. 24 Bahkan ada pelacuran bakti di negeri itu. Mereka berlaku sesuai dengan segala perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari orang Israel”.[45]
Hilangnya tauhid dalam agama Yahudi membuatnya lebih mirip dengan corak pemikiran ketimbang agama samawi. Apabila akidah ketuhanan ini dibandingkan dengan milik Islam, tentu akan memperjelas tendensi paganisme dan inkarnasi dalam agama Yahudi. Mereka menggambarkan Yahweh sebagai tuhan khusus orang Israel, dan menyifatkannya dengan berbagai sifat makhluk yang jelas tidak pantas bagi tuhan.[46]
Pemikiran Yahudi modern telah menemukan tuhan baru, tuhan yang lebih bermanfaat yaitu tanah Palestina dan bunga pohon jeruknya.[47] Yâel Dayyan pernah bercerita tentang nasihat Epwa seorang pahlawan Yahudi kepada anaknya agar dia berhenti beribadah ke sinagog, dan menganjurkannya untuk mementingkan tuhan baru; tanah Palestina dan bunga jeruknya.
“Seorang Yahudi kecil senang mengunjungi sinagog bersama ibunya. Suatu hari mereka berdua mendapatkan sinagog itu lagi sepi. Ayahnya pun marah-marah kepadanya; kita pernah menjadi Yahudi di Rusia dan negeri lain, kitapun selalu menaati doktrin dan melaksanakan ibadah. Tetapi sekarang yang paling penting adalah tanah. Kamu seorang Israel bukan sekedar Yahudi. Aku telah meninggalkan semuanya di Rusia; pakaian, perhiasan, kerabat, dan Tuhanku. Disini aku menemukan tuhan baru, tuhan baru itu adalah tanah subur dan bunga jeruk. Efwa kemudian mengambil segemggam tanah  lalu meletakkannya di tangan puteranya. Pegang tanah ini dan rasakan. Inilah satu-satunya tuhan kamu. Jika kamu ingin sembahyang ke langit, jangan minta untuk memuliakan jiwa kita, tetapi katakan padanya agar ia menurunkan hujan ke tanah kita. Itu lebih penting. Jangan sekali-kali pergi sinagog lagi”.[48]



[1] Dr. Muhammad Khalifah, op. cit,Hal. 29.
[2] Lihat; Perjanjian Lama, Kejadian 37:26-27. Lalu kata Yehuda kepada saudara-saudaranya itu: "Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? 27 Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita."
[3] Lihat; Perjanjian Lama, Kejadian 43:8. “Lalu berkatalah Yehuda kepada Israel, ayahnya: "Biarkanlah anak itu pergi bersama-sama dengan aku; maka kami akan bersiap dan pergi, supaya kita tetap hidup dan jangan mati, baik kami maupun engkau dan anak-anak kami.”
[4] lihat; Dr. Muhammad Khalifah, op. cit. Hal. 29-30.
[5] Lihat; Perjanjian Lama, Kejadian 32:24-31. Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing. 25 Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu. 26 Lalu kata orang itu: "Biarkanlah aku pergi, karena fajar telah menyingsing." Sahut Yakub: "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku." 27 Bertanyalah orang itu kepadanya: "Siapakah namamu?" Sahutnya: "Yakub." 28 Lalu kata orang itu: "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang." 29 Bertanyalah Yakub: "Katakanlah juga namamu." Tetapi sahutnya: "Mengapa engkau menanyakan namaku?" Lalu diberkatinyalah Yakub di situ. 30 Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: "Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!" 31 Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit, ketika ia telah melewati Pniel; dan Yakub pincang karena pangkal pahanya.
[6] Dr. Muhammad Khalifah, op. cit. Hal. 24-28.
[7] Lihat; Perjanjian Lama, Kejadian 14:13 “Kemudian datanglah seorang pelarian dan menceritakan hal ini kepada Abram, orang Ibrani itu, yang tinggal dekat pohon-pohon tarbantin kepunyaan Mamre, orang Amori itu, saudara Eskol dan Aner, yakni teman-teman sekutu Abram.”
[8] Lihat; Perjanjian Lama, Sameul I; “3 Yonatan memukul kalah pasukan pendudukan orang Filistin yang ada di Geba; dan hal itu terdengar oleh orang Filistin. Karena itu Saul menyuruh meniup sangkakala di seluruh negeri, sebab pikirnya: "Biarlah orang Ibrani mendengarnya." 4 Demikianlah seluruh orang Israel mendengar kabar, bahwa Saul telah memukul kalah pasukan pendudukan orang Filistin dan dengan demikian orang Israel dibenci oleh orang Filistin. Kemudian dikerahkanlah rakyat itu untuk mengikuti Saul ke Gilgal.”
[9] Dr. Muhammad Khalifah, op. cit. Hal. 22-23.
[10]  Dr. Muhammad Yusri Ja’far Muhammad, al-Milal, op. cit. Hal. 31. Lihst juga; Dr. Jawwad Ali, târikh al-‘Arab qabla al-Islam, hal. 511.
[11] Dr. Fathi Muhammad al-Zaghbi, Ta’atssuru’l Yahûdiyah, op. cit. Hal. 92.
[12] Lihat; Dr. Muhammad Khalifah, op. cit. Hal. 44.
[13] Ibid. 45.
[14] Ibid. 48-49. Lihat; al-Baqarah 131-132; 135. 140.
[15] Dr. Fathi al-Zaghbi, op. cit, Hal. 95.
[16] Ibid. 55.
[17] Dr. Ahmad Syalabi, op. cit. Hal 41-42.
[18] Dr. Muhammad Khalifah, op. cit. Hal. 191.
[19] Dr. Fathi al-Zaghbi, op. cit, Hal. 13.
[20] QS. At-Taubah. 30.
[21] Dr. Fathi al-Zaghbi, op. cit, Hal. 14. Lihat juga; Al-Râzi dalam Tafsir Kabir, Vol. 16. Hal. 37. Dar al-Fikr. Beirut.
[22] Ibid. 14. Lihat juga; Al-Thabari, Tafsir Thabari, juz. 10. Jilid 6. Hal.. 164. Dar al-Ma’rifah, Beirut. 1987. Tafsir naysaburi. Vol. 10. Hal. 70. Taf Ibn Katsir, vol 2. Hal. 348. Tafsir al-razi. Vol. 16. Hal. 37.
[23] Ibid. 14.
[24] Ibid. 15.
[25] Dr. Ahmad Syalabi, op. cit. Hal 42. Lihat juga; Civilization of the near ERST. P. 84 and P. 88.
[26] Dr. Muhammad Khalifah op, cit. Hal. 65.
[27] Untuk sanggahan lebih lanjut lihat Ibid. 70 Dst.
[28] Dr. Ahmad Syalabi, op. cit. Hal 42-43. Lihat juga; Qishsatu’l Hadârah. Hal. 338.
[29] Ibid. 43. Lihat juga; keluaran. 32.
[30] Raja-raja I. 12:26-28. “26 Maka berkatalah Yerobeam dalam hatinya: "Kini mungkin kerajaan itu kembali kepada keluarga Daud. 27 Jika bangsa itu pergi mempersembahkan korban sembelihan di rumah TUHAN di Yerusalem, maka tentulah hati bangsa ini akan berbalik kepada tuan mereka, yaitu Rehabeam, raja Yehuda, kemudian mereka akan membunuh aku dan akan kembali kepada Rehabeam, raja Yehuda." 28 Sesudah menimbang-nimbang, maka raja membuat dua anak lembu jantan dari emas dan ia berkata kepada mereka: "Sudah cukup lamanya kamu pergi ke Yerusalem. Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah MesiR”
[31] Dr. Muhammad Khalifah, op. cit. Hal. 197.
[32] Perjanjian lama. Keluaran, 20: 2-4.
[33] Keluaran. 24: 9-11.
[34] Keluaran. 12: 13.
[35] Keluaran. 3: 22.
[36] Dr. Fathi al-Zaghbi, op. cit. Hal. 386.
[37]  QS. AL-A’raf. 138.
[38] Al-Baqarah. 92.
[39] Thâha. 91-92.
[40] Al-Baqarah. 55.
[41] Hakim-Hakim. 8: 27.
[42] Dr. Fathi al-Zaghbi, op. cit., Hal. 394.
[43] Ibid. 395.
[44] Raja-raja I. 14: 9-11.
[45] Raja-raja I. 14: 22-24.
[46] Lihat; Dr. Muhammad Yusri Ja’far Muhammad, al-Milal, Hal. 92-93.
[47] Dr. Ahmad Syalabi, Muqâranah op. cit. Hal. 63.
[48] Ibid. 63-64. Lihat juga; Yâel Dayyan, Thûba li’l Khâifîn.

Comments

Popular posts from this blog

Dunia Hologram dalam Perspektif Spiritual dan Sains

Filosofi Battousai

review film da vinci demons