Shalat di atas kubur.


Islam menggariskan salat sebagai pengikat antara Hamba dan Tuhannya, salat harus dilaksanakan dengan khusyu’, merendah sambil meminta pertolongannya, merasakan keagungannya, menghadirkan kemuliaannya, dan mengharap ampunan dan ridanya. Dengan begitu maka hati Hamba menjadi bersih, rohaninya jadi suci, dan perhatiannya akan berpaling dari kehinaan dan perbudakan kepada selain Tuhannya “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”.[1]
Hal tersebut akan tercipta dan tertambat pada hati setiap orang yang salat dengan mengikh-laskan hati ke hadirat Allah Swt. Dengan menyingkirkan semua visi yang dapat membangkit-kan rasa pengagungan kepada selain Tuhan, pengangungan tersebut akan memalingkannya dari pengagungan Tuhan kepada selainnya, lebih parah lagi jika ia menyekutukan Tuhan dalam keagungan itu. Oleh karena itu, membersihkan tempat ibadah dari segala sesuatu yang mengundang visi-visi(pandangan) ini adalah aturan islam, Allah Swt. Berfirman dalam ayat surat al-Baqarah ayat ke 125 “Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “bersihkanlah rumahku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud”. Juga pada surat al-Hajj ayat 26, at-Taubah ayat 18, dan al-Jinn ayat 18.[2]
Lalu bagaimana hukum salat di kubur, atau salat di masjid yang di dalamnya ada kubur, dan apa kubur yang di dalam masjid mengkategorikannya ke dalam ‘membuat kubur menjadi Masjid’.????
Perlu diketahui bahwa persoalan kubur yang berada di dalam masjid adalah masalah cabang fikih yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang berfaham salah dan pencari  masalah untuk memecah belah persatuan umat islam, menyebarkan caci maki dengan mengakatakan kalian penyembah kuburan, ahli bid’ah, kafir, Dsb. Oleh karena itu perlu dibedakan salat di kubur atau di atasnya, salat di dalam masjid yang memiliki kubur, dan membuat kuburan menjadi masjid.[3]
Kubur adalah tempat menanam manusia, islam memuliakan kuburan sebagai penghormatan sebagai penghormatan terhadapa mayyit yang ada di dalamnya. Oleh karena itu semua fuqoha’ menyatakan bahwa melompat atau menginjak kuburan seseoarang adalah makruh hukumnya, keculai jika ada kebutuhan penting seperti seseorang tak dapat mengahampiri kubur yang dituju kecuali dengan melewati kubur tersebut.[4]
Para ulama’ Syafi’i berkata: tidak sah salat yang dilaksanakan di komplek penguburan yang terbukti telah dibongkar karena tanah telah tercemari dengan darah dan nanah milik mayit. Adapun jika pembongkarannya belum terbukti maka salat tersebut sah karena sebagian tanah yang terkena ketika salat masih bersih dan suci, tetapi hal tersebut makruh karena ada bangkai na’jis yang terkubur didalam-nya. Jika seseorang merasa ragu apakah kuburan tersebut telah dibongkar atau tidak, ada dua pendapat: pertama, salatnya sah tetapi makruh karena pada asalnya semua tanah itu suci maka tidak dapat dihukumi na’jis hanya karena keraguan. Kedua, tidak sah, karena dia masih menanggung kewajiban, sedangkan ia masih ragu telah menggugurkannya, dan kewajiban tidak gugur dengan sebuah keraguan.[5]
Adapun melaksanakan salat di dalam masjid yang terdapat di dalamnya kuburan seorang nabi atau ulama’, maka hal tersebut sah, bahkan sunat. Dalilnya adalah:
Allah Swt. Berfirman: “ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas(gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “ Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”.[6]
 Ayat ini bercerita tentang orang-orang yang menemukan gua tempat peristirahatan ashâbul kahfi (penghuni gua), sebagian mereka berkata: kami akan mendirikan bangunan untuk mereka. Sebagian lain berkata: kami pasti akan membangunkan sebuah masjid untuk mereka. Kita dapat melihat bahwa ayat tersebut sama sekali tidak mengingkari kedua pendapat orang orang itu bahkan ia memuji rencana kedua yang dilontarkan dengan perkataan yang sangat pasti.
Bukti yang lain adalah masjid Nabawi yang memiliki seribu keutamaan daripada masjid yang lain, di dalamny ada 3 kuburan: kuburan Nabi Saw, kuburan Abu bakar Ra, dan kuburan Umar Ra. bukan berarti kita menganjurkan untuk meembangun masjid di atas kuburan, tetapi jikalau seseorang ingin pergi salat di masjid yang ada kuburnya maka hal tersebut tidak menjadi masalah, dan masjid nabawi adalah bukti yang paling baik.[7]
Tidak boleh membangun masjid di tengah-tengah komplek kuburan muslimin jika hal tersebut memaksa untuk menghancurkan sebagian kuburan atau membongkarnya, karena mayit seorang muslim yang sudah berada di dalam kubur tetap dihormati layaknya penghormatan ketika ia masih hidup.[8]


[1] Fatwa syeikh Mahmud shaltut tentang ‘Masjid-masjid yang mempunyai kubur’.
[2] Ibid.
[3] Albayan, kumpulan Fatwa syeikh Ali jum’ah.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Al-Kahfi ayat 21.
[7] Fatwa syaikh Abdul halim Mahmud.
[8] Ibid.

Comments

Popular posts from this blog

Dunia Hologram dalam Perspektif Spiritual dan Sains

Filosofi Battousai

review film da vinci demons