Kaum Shopis dan Bapak Filsafat
Dahulu sebelum Yesus terlahir, ketika Yunani berhasil menaklukkan Persia, para pemikir Yunani merasa perlu untuk menghapus dogma agama yang masih saja menganut paham dewa-dewi yang memiliki sifat tak jauh beda dari hambanya sendiri. Sebuah kelompok yang merasa cinta akan kebijaksanaan memberontak dan menentang segala kefanatikan yang dilancarkan para pembesar negeri tersebut. Mereka namakan diri mereka dengan sebutan Shopis atau orang yang bijak. Kaum Shopis adalah pelopor filsafat pertama yang membicarkan tentang manusia. Shopis yang berati guru kebajikan, yaitu guru yang mengajarkan semua studi ilmu tetapi mereka lebih cenderung untuk mengajarkan retorika atau seni berdebat. Mereka terkenal sebagai orator yang ulung, pandai berdebat, tetapi bukan untuk mencari kebenaran, yang mereka cari hanyalah kemenangan, dan uang dari semua pelajaran mereka.
Bahkan pada masa itu bangsa Yunani menganggap rendah orang yang mencari harta dengan ilmu yang diperjualkannya, karena tingginya ilmu-pengetahuan yang tak bisa ditawar dengan uang. Faktor munculnya kaum shopis adalah tumbuhnya keinginan untuk mempelajari manusia, karena tak pernah sekalipun dari filosof sebelumnya yang membicarakan hal tersebut. Kemunculan mereka juga ditandai dengan maraknya pelajaran retorika dan berorasi agar dapat memupuk semangat demokrasi, terlebih setelah kemenangan Yunani atas Persia. Tujuan mereka untuk mengahapus segala sistem dogmatik dewa-dewi yang di anut bangsa Yunani. Hal-hal tersebut juga dikarenakan bercampurnya kebudayaan luar, terutama Persia. Kaum Sophis terkenal dengan permainan katanya, mereka tampil sebagai guru retorika, mencari nafkah dengan menjual ilmu, mengingkari kebenaran hakiki, dan awalnya mereka disegani tetapi berakhir dengan hina dan caci-maki.
Runtuhnya kejayaan kaum Shopis ditandai dengan bangkitnya bapak filsafat Socrates (469 SM - 399 SM) yang berani menentang teori-teori yang dianut dan disebarkan kaum Sophis. Shopis yang mnganut paham Relativitas, yaitu kebenaran hanya dapat diketahui melalui indra, maka apa yang dianggap baik oleh orang tertentu itulah yang benar menurutnya, dan apa yang dianggap baik oleh orang lain meskipun hal tersebut tidak baik menurut orang pertama, maka itulah yang benar menurutnya, semua benar walaupun mengatakan hal yang berbeda. Karena itu tidak ada kebenaran yang sebenar-benarnya, karena manusia hanya dapat mengetahui melalui indra, dan pengetahuan yang didapat melalui indra masih bersipat asumsi, dan tak mungkin untuk berpegang pada sebuah asumsi.
Sokrates menepis semua teori tersebut, dengan berjalan di lorong pasar Athena, Sokrates menyebarkan ajarannya, faham yang menentang pemikiran sesat yang disebarkan kaum shopis. Sokrates yakin akan adanya sebuah hukum yang mengatur kehidupan, dan neraca yang sama yang dimiliki oleh setiap manusia guna menimbang baik-buruknya perbuatan dan norma-norma, tidak lain neraca tersebut adalah akal, akal yang dimiliki setiap orang. Akal memiliki kemampuan untuk menetapkan baik-buruknya setiap perbuatan, dan apa yang ditemukan akal tidak akan berbeda menurut seseorang dengan lainnya.
Comments
Post a Comment